Oleh: Mulyadi, M.Pd.
Guru SMPN 22 Samarinda, Pemerhati Pendidikan dan Moral Anak (PPMA)
Dimuat harian kaltim post tanggal 28,29 April 2004
Kurang lebih dua bulan lagi para siswa SD, SLTP, dan SLTA akan mengikuti UAN dan UAS. Sebelum mengikuti ujian para siswa mempersiapkan diri dan dipersiapkan oleh orang tuanya dan pihak sekolah. Hal ini dilakukan agar mereka dapat lulus dan melanjutkan study ke jenjang selanjutnya atau jenjang yang lebih tinggi.
Memang ujian tahun 2003/2004 ini syarat untuk dapat lulus lebih berat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada UAN tahun 2002/2003 siswa yang mendapatkan nilai 3,01 dapat dinyatakan lulus, tetapi syarat itu untuk UAN tahun 2003/2004 tidak berlaku. Berdasarkan Keputusan Mendiknas no 153/u/2003 pada tanggal 14 oktober 2003 tentang UAN siswa dapat dinyatakan lulus jika minimal memperoleh nilai > 4,00 atau 4,01 mata pelajaran yang di -UAN-kan dan di -UAS-kan.
Syarat yang baru ini tentunya membuat para siswa, orang tua, dan pihak sekolah pusing karena selain syaratnya lebih berat, siswa yang tidak luluspun jika ingin mengulang maka mereka harus menunggu 1 tahun lagi (UAN 2004/2005). Hal ini kemungkinan akan mengakibatkan anak stres karena rasa malu dan putus asa. Oleh karena itu, maka orang tua diharapkan sedini mungkin dapat meningkatkan pengawasan terhadap putra putrinya agar yang bersangkutan percaya diri dalam menghadapi UAN/UAS. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyentuh aspek afektifnya ( sikap, minat, motivasi, apresiasi) serta sering berdialog, mendengarkan masalah dan keluhan yang dihadapi anaknya berkaitan dengan mata pelajaran di sekolah. Dengan demikian, maka dimungkinkan akan mengurangi beban yang ada pada anaknya.
Penulis memprediksi bahwa dengan syarat baru minimal nilai 4,01 tersebut jika dilaksanakan secara konsisten dan tidak direkayasa maka kemungkinan besar banyak siswa yang tidak lulus. Hal ini bukan berarti penulis pesimis akan kemampuan siswa, sebagai acuan mari kita coba membuka data nilai UAN/UAS tahun lalu (2002/2003) kemudian kita analisis dan evaluasi dengan standar sekarang (4,01) berapa banyak siswa yang tidak lulus?. Sekolah sebenarnya sejak awal sudah dapat memprediksi seberapa besar siswanya yang tidak lulus, dengan cara mengadakan evaluasi/tes terhadap siswa kelas 3 secara intensif dan periodik untuk mengerjakan soal UAN tahun sebelumnya atau soal yang standar kualitasnya hampir sama. Dengan demikian, sekolah dapat membuat strategi lebih tepat sesuai dengan sasaran
Ada beberapa hal kemungkinan yang menyebabkan persentase siswa tidak lulus meningkat antara lain syarat kelulusan yang lebih berat, problem yang dihadapi siswa (interent), kondisi di sekolah dan rumah yang tidak kondusif. Situasi dan kondisi sekolah yang baik akan menunjang siswa termotivasi untuk giat belajar, sebaliknya kondisi sekolah dan rumah yang tidak kondusif akan mengganggu konsentrasi siswa untuk belajar. Oleh karena itu, sekolah dan keluarga hendaknya dapat menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan siswa termotivasi sehinga giat untuk belajar.
Guru dalam menghadapi UAN/UAS memiliki peran sangat strategis, sebab gurulah yang dapat memotivasi, memberikan harapan, dan menggembleng siswa untuk menghadapi UAN/UAS. Setiap hari mereka menyampaikan dan memberikan berbagai tehnik belajar dan strategi mengerjakan soal. Namun demikian, kadang tindakan yang dilakukan guru kurang mendapatkan penghargaan. Sekarang ini banyak guru di sekolah negeri mengeluh karena banyak siswa pindahan dari sekolah lain yang berasal dari satu kota. Keluhan guru tersebut sangatlah wajar karena berdasarkan pengalaman dan realitas di lapangan menunjukkan bahwa siswa pindahan yang berasal dari satu wilayah atau kota membawa suatu masalah. Pada umumnya siswa pindahan yang berasal dari satu kota/wilayah merupakan siswa yang bermasalah/nakal. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa masih saja banyak sekolah yang melepas tanggung jawab, dengan cara memindahkan siswanya ke sekolah lain. Padahal cara seperti ini tidak menyelesaikan masalah tetapi hanya memindah masalah. Hal inilah yang membuat guru malas, putus asa, nggrundel yang akhirnya menciptakan kondisi pembelajaran yang tidak kondusif dan menghambat program sekolah dalam meningkatkan persentase serta kualitas lulusan
Pihak Disdik Samarinda telah merespon edaran mendiknas dengan cepat antara lain mengintruksikan agar setiap sekolah membuat strategi menghadapi UAN /UAS. Akhirnya sekolahpun ramai-ramai menyusun proposal strategi menghadapi UAN/UAS. Proposal yang dibuat oleh pihak sekolah ini dikirim ke Disdik dan ditawarkan pada orang tua siswa. Berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan sebagaimana yang tertera dalam proposal tentu sangat memerlukan dana yang tidak sedikit. Ujung-ujungnya orangtua siswa diminta untuk memberi sumbangan dana segar ke sekolah demi lancarnya program yang telah dibuat oleh pihak sekolah bersama komite sekolah.
Pada tingkat SMP besarnya sumbangan yang diberikan orang tua siswa ke pihak sekolah antara sekolah yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama sangat bervariasi berkisar antara Rp. 75.000,- sampai dengan Rp.150. 000,-.per siswa untuk kegiatan selama menghadapi ujian. Besarnya biaya ini jika kita bandingkan dengan biaya bimbingan belajar di luar (di masyarakat) sangat kecil. Meskipun jumlahnya kecil tetapi tidak semua orang tua siswa mampu untuk membayar. Oleh karena itu, hendaknya setiap sekolah mendata siswa yang orang tuanya tidak mampu untuk dibebaskan dari biaya yang semestinya harus di bayar. Pertanyaan yang sering muncul dari masyarakat (orang tua siswa) adalah mengapa biaya selalu di bebankan kepada orang tua siswa? Mengapa sekolah tidak memasukan kegiatan ini dalam RAPBS? Hal ini merupakan masalah yang harus dipecahkan dan dijawab oleh pihak sekolah.
Sebagian orang tua siswa yang awam berpendapat bahwa dengan mengikuti bimbingan belajar atau tambahan belajar yang diadakan di sekolah pasti anaknya lulus dari ujian. Hal inilah yang harus diluruskan, padahal lulus tidaknya siswa tergantung pada siswa itu sendiri, sekolah dan orang tua hanya dapat berusaha dan membantu secara maksimal agar siswa siap mengerjakan soal-soal ujian UAN/UAS.
Terdapat berbagai model/ strategi yang dilakukan oleh sekolah untuk menyiasati UAN/UAS ini antara lain mengintensifkan bimbingan belajar yang telah ada, mengevaluasi kemampuan siswa secara periodik (setiap hari, minggu, bulan), percepatan kurikulum, mengadakan program perbaikan dan pengayaan, melatih mengerjakan soal-soal standar UAN/UAS, meningkatkan kerjasama dengan orang tua siswa secara sistemik dan sinergis.
Setiap strategi yang diterapkan di sekolah tentu memiliki nilai plus dan minusnya. Pihak sekolah harus memikirkan dampak dari strategi yang diterapkan. Jangan sampai strategi yang diterapkan mengorbankan program atau pihak lain. Pihak sekolah hendaknya juga berpikir jauh ke depan bahwa strategi yang dilakukan bukan hanya sekedar untuk menghadapi UAN/UAS saja. Penulis berpendapat bahwa sebaik apapun strategi jika tidak ada kemauan siswa untuk belajar, tidak ada kekompakan warga sekolah dalam melaksanakan program dan kurang perhatian orang tua siswa kepada anaknya maka strategi itu akan sia-sia. Oleh karena itu, perlu kerjasama yang sinergis dan sistemik antara orang tua, siswa dan pihak sekolah. Di samping itu dalam melakukan kegiatan tambahan jam belajar maupun dalam proses pembelajara sehari-hari, sekolah harus lebih memberikan pelayanan yang ekstra kepada siswa yang memiliki kemampuan kurang, jangan lagi memprioritaskan pelayanan kepada siswa yang kemampuannya lebih baik untuk mengangkat citra dan nama sekolah.
Strategi jangka panjang yang penulis rasa tepat adalah melalui proses pembelajaran sehari-hari. Namun demikian, bukan berarti strategi yang lain salah. Langkah kongkret yang penulis ajukan adalah sebagai berikut:
1. Guru dalam proses pembelajaran maupun dalam melakukan evaluasi mulai dari kelas 1(satu) hendaknya menggunakan soal berstandar UAN/UAS yang sesuai dengan pokok bahasan yang dibahas di dalam kelas. Dengan demikian, siswa akan terbiasa mengerjakan soal yang kualitasnya berstandar soal UAN ( tingkat kesukaran )
2. Mengintensifkan bimbingan belajar di sekolah dengan pengelolaan profesional ( menejemen maupun pelayanan kepada siswa).
3. Dalam proses pembelajaran guru selain menggunakan acuan GBPP, satpel, dan rencana pembelajaran hendaknya juga menggunakan acuan standar kompetensi UAN/UAS.
4. Percepatan atau pemadatan kurikulum. Contoh jumlah pokok bahasan yang dibahas pada semester 1(satu) ditambah 40% pokok bahasan semester 2 ( dua). Hal ini dimulai dari kelas satu sekarang. Dengan demikian, diperkirakan jumlah pokok bahasan kelas 3 telah habis dibahas pada semester satu. Sedangkan waktu semester 2 dapat digunakan untuk pesiapan menghadapi UAN/UAS.
5. Meningkatkan kerjasama antara orang tua dengan pihak sekolah secara sinergis dan sistemik yang dituangkan dalam program. Sekolah melaporkan kemajuan belajar siswa sebulan sekali sedangkan orang tua melaporkan problem, keluhan, dan kemajuan anaknya ke sekolah. Dengan demikian, permasalahan yang dihadapi anak dapat segera diatasi.
Strategi di atas dapat dilakukan dengan baik jika sekolah menjalankan prinsip menejemen berbasis sekolah secara konsisten. Prinsip-prinsip MBS antara lain menumbuhkan komitmen bersama untuk mandiri dalam lingkungan sekolah, menumbuhkan harapan prestasi yang lebih tinggi, kemauan untuk berubah, sikap responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, mengembangkan komunikasi yang baik antar warga sekolah, mewujudkan teamwork yang kompak, melakukan transparansi menejemen, melaksanakan pengelolaan tenaga pendidikan secara efektif, meningkatkan pertisipasi warga sekolah dan masyarakat, dan menetapkan akuntabilitas yang kuat
0 komentar:
Posting Komentar