REMAJA TERGELINCIR KE ARAH PERUBAHAN NEGATIf


Membuka pilar dasar Siapa yang salah?

Oleh : Mulyadi, M.Pd.
Pemerhati pendidikan dan moral anak (PPMA)

Dimuat pada Kaltim Post bagian Opini tgl 9 September 2003
Kehidupan pada masa remaja merupakan sepotong kehidupan manusia yang amat unik, mengesankan bahkan mencengangkan. Dikatakan unik, mengesankan, dan mencengangkan karena pada masa ini remaja penuh problematik, keindahan, kenangan, perjuangan dan keberanian. Kehidupan masa ini merupakan periode kehidupan transisi manusia dari masa anak ke masa dewasa.
Usia remaja yang dimulai dengan masa pubertas memiliki gejala-gejala yang disebut negative phase yang meliputi : keinginan untuk menyendiri, kurang kemauan untuk bekerja, kurang koordinasi fungsi-fungsi tubuh, mengalami kejemuan, ada rasa gelisah, ada pertentangan sosial, adanya penentangan terhadap kewibawaan orang dewasa, ada kepekaan emosional, kurang percaya diri, mulai timbul minat pada lawan jenis, adanya perasaan malu yang berlebihan, adanya kesukaan berhayal.
Mengingat masa remaja itu merupakan masa yang penuh dengan tantangan yang banyak bercorak negatif, maka banyak remaja yang kemudian tergelincir pada perubahan-perubahan negatif. Hal ini terjadi karena pada umumnya mereka belum dapat mengendalikan diri untuk tidak berkelahi, berbuat tindak kekerasan, minum-minuman keras, mengkonsumsi norkoba, mencuri, bahkan melakukan hubungan seks layaknya suami istri (main perempuan)
Melihat kondisi kehidupan remaja Kaltim khususnya di kota Samarinda, maka semua komponen harus bersiap-siap untuk meningkatkan diri dalam melakukan pembinaan remaja yang sudah memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai perilaku remaja yang tidak memperhatikan lagi norma-norma yang berlaku di masyarakat. Salah satu pemandangan perilaku tersebut dapat kita lihat setiap malam minggu di tepian sungai Mahakam. Para remaja baik pria maupun wanita duduk berpelukan berbingar-bingar sambil mendengarkan musik. Dalam bergaulan mereka seakan-akan tidak ada batas, bebas sesuai dengan kemauanya.
Selain perilaku itu masih banyak perilaku negatif yang lain seperti seringnya perkelahiam antarpelajar dan ngompas yang cenderung bertindak dengan kekerasan. Kebanyakan dari mereka beranggapan bahwa era reformasi adalah era kebebasan untuk berekpresi, dan bertindak tanpa memperhatikan kaedah-kaedah yang berlaku. Diprediksi tidak sedikit para remaja (pelajar) yang mengkonsumsi narkoba, untuk itu perlu perhatian yang serius masalah remaja. Melihat kondisi sebagaimana diuraikan di atas siapa yang bersalah? Lembaga pendidikan (sekolah), orang tua, ataukah masyarakat.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas tidaklah mudah, kita tidak dapat hanya menyalahkan satu komponen saja misalnya sekolah, karena pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Maka dari itu hendaknya semua komponen harus mau intropeksi diri apa yang telah diberikan kepada para remaja serta melakukan kerjasama secara sinergi dan sistemik antarkomponen tersebut.
.Selama ini apabila anak berperilaku menyimpang dari norma atau aturan maka sekolah menjadi tempat tumpuan kesalahan pertama. Namun sebaliknya jika anak berhasil orang tualah yang mendapat sanjungan. Kita harus dapat berpikir secara obyektif dan menyadari bahwa waktu remaja sebagian besar berada di rumah dan masyarakat. Menurut penulis perbuatan negatif remaja disebabkan beberapa hal antara lain, sistem pengajaran di sekolah yang salah, transisi kultural, kurangnya perhatian keluarga terhadap anak, serta lingkungan disekitarnya (masyarakat)
Tujuan pendidikan nasional pada dasarnya menekankan pada sitem nilai namun implementasi kurikulum di sekolah belum dapat mengakomodasi tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang dikehendaki. Hal ini disebabkan adanya kesalahan praktek kurikuler pendidikan nasional. Kesalahan ini kebanyak terjadi pada tujuan pengajaran (implementasi guru dalam kelas) dan tujuan eksperensial (pengalaman belajar yang relevan dengan kehidupan masyarakat).
Guru dalam mengajar lebih menekankan pada aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif yang berisi sikap dan sistem nilai. Hal ini karena aspek afektif masih sulit digarap secara operasional, baik dalam merumuskan tujuan maupun dalam melakukan evaluasinya. Pengabaian aspek afektif ini sangat merugikan siswa secara individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Akibatnya peserta didik banyak mengetahui pengetahuan baik itu moral, fisika, maupun matematika namun mereka kurang memiliki sikap dan sistem nilai secara positif terhadap apa yang mereka ketahui, sehingga mereka tidak mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu penyebab remaja (anak usia sekolah) nakal karena tidak memiliki sistem nilai sebagai pedoman dalam kehidupanya. Dengan demikian, remaja sangat mudah untuk mengadopsi sesuatu yang ada di masyarakat tanpa menyaring terlebih dahulu. Untuk itu sekolah sebagai penyelenggara pendidikan formal harus mengubah sistem pengajaran yang lebih menekankan pada aspek cognitif, ke sistem pengajaran yang seimbang antara kognitif, afektif dan psikomotor. Perpaduan ketiga aspek tersebut akan memberikan bekal kepada siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penggarapan aspek afektif (sikap, minat, sistem nilai, apresiasi, motivasi, harga diri) akan berdampak positif terhadap perilaku siswa.
Pada dasarnya setiap remaja (siswa) memiliki sistem nilai, jika sistem nilai ini kita klarifikasikan maka akan mempengaruhi perilaku siswa baik secara individu maupun secara berkelompok. Maka dari itu perlu adanya penanaman sistem nilai kepada siswa dengan menggunakan berbagai tehnik antara lain clarifikasi nilai dan dilema moral..Penanaman sistem nilai hendaknya tidak hanya dilakukan oleh guru PPKn dan agama saja tetapi semua guru bidang studi.
Selain itu keluarga juga memiliki tanggung jawab terhadap moralitas anak (remaja), karena keluarga merupakan pendidik pertama dan utama. Dari keluargalah anak mulai dididik dan diperkenalkan nilai-nilai dan norma-norma. Pendidikan di keluarga akan berpengaruh terhadap perilaku anak, dengan nilai-nilai dan norma yang ditanamkan kepada anaknya diharapkan nantinya anak akan dapat menyesuaikan kehidupan di dalam masayarakat. Namun jika keluarga kurang memperhatikan anaknya maka kemungkinan anak mengadopsi informasi dari media masa dan masyarakat tanpa filter nilai dan norma-norma cukup besar, sehingga anak anak menyimpang dari perilaku sebagaimana mestinya.
Di saat ini masih banyak orang tua yang kurang memperhatikan perkembangan perilaku anaknya. Hal ini disebabkan dengan kesibukan pekerjaan mereka untuk memuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga. Seharusnya keluarga sebagai tempat pendidikan anak pertama harus lebih peka terhadap perkembangan perilaku anaknya. Dengan demikian diharapkan anak dapat berkembang sesuai dengan nilai, norma yang berlaku. Langkah–langkah yang harus dilakukan orang tua untuk dapat mencapai tujuan tersebut antar lain
Pertama, harus ditanamkan nilai dan norma agama dalam diri anak. Karena agamalah yang dapat mengendalikan perilaku manusia. Jika melakukan ajaran agama dengan baik maka baiklah perilakunya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara berdiskusi tentang berbagai permasalahan yang dihadapi remaja ditinjau dari agama dan bidang lain, melakukan sholat berjamaah.
Kedua, orang tua harus dapat meluangkan waktunya untuk berkumpul dengan anaknya dalam rangka memahami, mengetahui kebutuhan psikis maupun fisik serta permasalahan yang dihadapi anaknya. Memecahkan permasalahan yang dihadapi anaknya yang sudah remaja hendaknya melibatkan seluruh anggota keluarga, dengan mendengarkan pemasukan dari semua amggota keluarga maka permasalahan tersebut dapat diselesaikan lebih baik.
Ketiga, orang tua harus mengetahui teman-teman dekat anaknya. Hal ini dilakukan agar dapat lebih mudah mengontrol anaknya, apakah temanya tersebut baik ataukah anak brandalan. Sebab perilaku remaja selain dipegaruhi oleh keluarga juga oleh teman sebaya, maka dalam memilih teman bergaul juga harus memperhatikan latar belakangnya. Orang tua dengan mengetahui teman-teman dekatnya sehingga mereka dapat memberikan suatu pandangan kepada anaknya bagaimana seharusnya bergaul
Masyarakat juga memiliki andil masalah kenakalan remaja. Masyarakat saat ini juga sangat mengagungkan kecerdasan intelektual. Masyarakat (orang tua) akan sedih dan cemas jika UAN (ujian akhir nasional) anak mereka rendah. Persepsi seperti ini justru mendorong sekolah untuk melakukan kesalahan praktek kurikuler. Mereka tidak menyadari bahwa keberhasilan seseorang dalam kehidupannya itu tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual, masih banyak kecerdasan yang ada dalam diri seseorang ( kecerdasan ganda) antara lain kecerdasan emosional (EQ) dan Spiritual (SQ).
Pada era globalisasi dengan derasnya arus informasi masuk ke Indonesia tanpa adanya filter, membuat para remaja dan pelajar kita selalu berada pada kondisi transisi kultural. Dari hari kehari remaja kita dipameri berbagai bentuk budaya dan moralitas manca negara lewat media elektronik secara bulgar. Akibatnya mereka bisa belajar dari sumber informasi lain selain dari guru, orang tuanya maupun masyarakat sekitarnya. Bagi yang tidak memeliki ketahanan moral, sangat gampang mengadopsi perilaku dan moralitas yang tersurat maupun yang tersirat dari berbagai pesan telivisi dan media masa. Secara tidak sadar masyarakat dikondisikan dengan acuan moral yang datang dari manca negara, sehingga sedikit demi sedikit filter moral masyarakat berubah. Akhirnya kontrol sosial terhadap perilaku dan moralitas antarsesama semakin longgar.
Kepedulian masyarakat terhadap masalah remaja perlu ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengawasi kegiatan remaja dalam masyarakat. Masyarakat hendaknya memberikan suatu saran kepada para remaja jika mereka melakukan suatu tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Kepedulian ini juga dapat diwujudkan dengan cara melaporkan kepada yang berwajib (polisi) jika mengetahui adanya perdagangan obat terlarang, melakukan perkelahian, minum-minuman keras ataupun melakukan tindakan kekerasan yang lainnya. Kepedulian masyarakat akan membantu dalam mengatasi permasahan kenakalan remaja. Hal lain yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah mengajak remaja dalam kegiatan-kegiatan sosial masyarakat (gotong royong, aktif dalam kegiatan kepemudaan, keagamaan) serta memberikan suatu keterampilan yang berguna dalam hidupnya.
Dengan kata lain untuk menyelesaikan masalah remaja perlu melibatkan berbagai komponen baik sekolah, keluarga, masyarakat maupun aparat hukum. Berbagai komponen tersebut saling bekerja sama secara senergi dan sitemik yang dituangkan dalam program yang jelas dan terencana.

0 komentar:

Posting Komentar