Oleh Mulyadi, M.Pd.
Guru SMPN 22 Samarinda, Pemerhati pendidikan dan Moral Anak (PPMA)
Dimuat harian Kaltimpost bagian opini pada tanggal 12 dan 14 Pebruari 2005
Anak adalah amanah yang harus didik dengan penuh kesabaran, keiklasan, dan tanggung jawab. Mendidik dan membesarkan anak dengan baik tidaklah mudah, terutama bagi pasangan suami istri yang bekerja. Orang tua harus pandai dalam mengelola waktu, sehingga kewajiban sebagai orang tua dapat dilaksanakan sebagaimana mestinnya.
Sekarang ini dengan alasan ekonomi semakin banyak pasangan suami-istri yang harus bekerja demi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kegiatan dan kesibukan masing-masing anggota keluarga mengakibatnya waktu berkumpul antara anak dengan orang tua dan saudara-saudara mereka semakin sedikit. Orang tua sibuk dengan pekerjaanya, sedangkan anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama pengasuh atau bahkan bermain sendiri di rumah. Hal ini menimbulkan dampak sosial serius jika orang tua tidak memberikan kepemimpinan yang kuat kepada anak-anak mereka. Tulisan ini berusaha memberikan solusi bagaimana mendidik anak terutama bagi pasangan suami istri yang bekerja. Langkah-langkah yang harus diperhatikan orang tua antara lain sebagai berikut:
Pertama, memberikan keteladan pada anak. Masyarakat kita merupakan masyarakat patneralistik artinya selalu melihat atasanya atau pimpinan dalam bertindak. Sebagai pemimpin dalam keluarga setiap orang tua menghendaki anaknya berperilaku baik seperti sopan, berdisiplin, taat beribadah, dan taat kepada kedua orang tuanya. Dalam hal ini anak sering menghadapi masalah delematis disatu sisi orang tua menghendaki mereka berbuat baik tetapi disisi lain orang tua tidak memberikan contoh pada anak-anaknya.
Akibatnya apa yang diinginkan orang tua agar anaknya berperilaku baik tidak terwujud, malah perilaku yang muncul dari anak justru sebaliknya. Oleh karena itu, tindakan yang kita lakukan haruslah dapat menjadi contoh bagi anak, baik ucapan maupun perbuatan. Kita harus menyadari bahwa anak pertama kali belajar dari orang tuanya dan lingkungan keluarganya. Apa yang sering dilakukan oleh ortu biasanya itu juga yang dilakukan anak.
Kedua, meluangkan waktu untuk berkumpul dengan keluarga. Hubungan orang tua dengan anak yang baik memerlukan waktu yang memungkinkan mereka berkumpul secara fisik. Hal ini lamanya tidak perlu berjam-jam, yang penting orang tua secara konsisten meluangkan sedikit waktu bersama anak-anak setiap hari. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan memahami kebutuhan anak-anak serta berbagi rasa sesama anggota keluarga. Dengan demikian, dapat dikembangkan sikap toleransi yang akhirnya menciptakan ketentraman keluarga. Saat berkumpul bersama anggota keluarga orang tua hendaknya menjauhkan gangguan dan lebih berkonsentrasi kepada mereka. Ingat bahwa waktu adalah tonggak penyangga pengasuhan yang baik.
Ketiga, selalu siap untuk menjadi pendengar yang baik. Kebanyakan ortu menganggap dirinya selalu benar, sedangkan pendapat anak diposisikan salah bahkan ada ortu yang tidak mau sedikitpun mendengarkan apa yang ingin disampaikan anak. Orang tua biasanya merendahkan gagasan anaknya atau rajin mengkritik kata-katanya. Akibatnya anak menarik diri dan memilih lebih dekat kepada teman. Sebenarnya jika anak-anak mengetahui bahwa kita benar-benar mendengarkan apa yang mereka katakan, mereka akan lebih bersemangat untuk berbagi perasaan dan pikiran. Maka dari itu, jika ingin memiliki pengaruh dalam kehidupan anak, ortu harus mau menjadi pendengar yang baik.
Keempat, menentukan harapan anak yang jelas. Memberitahukan anak apa yang kita harapkan darinya akan membentuk perilaku yang baik. Hal ini bukan berarti orang tua memaksakan kehendak kepada anak untuk mengikuti kemauannya tetapi anak tetap diberikan kebebasan memilih apa yang diinginkan, ortu hanya sebagai motivator dan pengiring apa yang diinginkan anak tersebut. Jangan ragu-ragu melibatkan mereka dalam pekerjaan sehari-hari untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas di lingkungan rumah. Melibatkan anak dalam urusan keluarga dapat menumbuhkan sikap positip sehingga mereka merasa menjadi bagian dari keluarga.
Kelima, jangan membiarkan diri merasa bersalah. Banyak orang tua merasa bersalah karena bekerja seharian di luar rumah, kewajiban untuk mendidik anak terabaikan. Sebagai kompensasinya, mereka membiarkan anak berperilaku buruk dan tidak disiplin. Orang tua yang baik adalah yang tegas namun tetap mengedepankan pendekatan Psykis dan dialogis. Merasa bersalah atas tindakan yang dilakukan kepada anak justru merupakan tindakan kontraproduktif yang tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, sebagai ortu harus berusaha untuk menghilangkan selalu merasa bersalah yang ada pada dirinya.
Keenam, jangan menggantikan kasih sayang atau waktu dengan uang. Kasih sayang arang tua terhadap anak merupakan benih yang dapat menciptakan keakrapan dan ketentraman dalam keluarga. Namun, penempatan kasih sayang yang kurang tepat atau salah justru mendatangkan masalah. Misalnya memanjakan anak dengan banyak memberi uang saku untuk belanja di sekolah dan memberikan apa yang diminta. Tindakan ini akan mengakibatkan anak melakukan tindakan yang salah.
Memang mengajarkan anak-anak bagaimana mengelola uang itu penting, tetapi jangan gunakan uang sebagai pengganti waktu atau kasih sayang. Kita sebagai orang tua harus berusaha mendidik anak untuk mandiri, bagaimana memperoleh sesuatu dengan berusaha dan sesuai dengan keinginanya. Hal ini tentu dengan bekerja keras, bahwa sesuatu yang diperoleh melalui bekerja akan lebih terasa nilainya.
Ketujuh, jangan sering menganti pengasuh. Menggunakan pengasuh merupakan alternatip bagi suami istri yang bekerja di luar rumah. Namun, hendaknya jangan sering ganti pengasuh karena dapat mempengaruhi psikys anak (membahayakan anak). Sebelum menyerahkan anak kepada seorang pengasuh, kita harus memberikan kesempatan untuk terciptanya keakraban dan kedekatan antara anak dan si calon pengasuh.
Kedelapan, memberikan pengawasan. Anak biasanya akan mengeluh kalau diawasi secara ketat, tetapi anak-anak yang tidak diawasi juga merasa bahwa orang tua mereka tidak peduli dengan mereka. Sebagai konsekuensinya ortu tetap memberikan pengawasan tetapi dengan kooperatif dalam artian kita memberikan kebebasan kepada anak namun pengawasan tetap kita lakukan. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang bermasalah sering berasal dari keluarga yang kurang atau tidak diawasi. Oleh karena itu, Orang tua perlu mengetahui siapa teman-teman anaknya sehingga lebih mudah untuk mengontrol.
Kesembilan, berikan perhatian dan penghargaan. Biasanya orang tua cenderung lebih memperhatikan anak-anak ketika mereka menjengkelkan. Sebaliknya saat mereka berperilaku yang positif atau baik malah tidak diperhatikan. Sebagai ortu kita hendaknya juga memperhatikan anak jika berperilaku baik, berilah perhatian dan penhargaan kepadanya misalnya ucapaan selamat atau sanjungan atas tindakan yang telah dilakukan. Hal ini akan mendatangan perilaku yang positip pada diri anak. Perhatian dan dorongan dari ortu dapat membangkitkan motivasinya untuk berbuat lebih dari apa yang telah mereka lakukan.
Kesepuluh, memberikan hukuman untuk mendidik. Orang tua yang bekerja di luar rumah, cenderung mengalami kelelahan dan mudah jengkel. Oleh karena itu, wajar jika mereka lebih mudah kehilangan kontrol terhadap anak-anak. Hal ini dapat menimbulkan masalah dalam keluarga. Ortu harus memegang prinsip “Janganlah menghukum anak jika kita sendiri tidak dapat mengontrol diri dengan baik”. Menghukum anak hanyalah bermaksud untuk mendidik, bukan untuk melampiaskan kemarahan. Namum demikian, sejauh mungkin kita harus menghindari hukuman fisik karena tindakan ini kontraproduktif.
0 komentar:
Posting Komentar