Profesi Guru di Era Otonomi Daerah: Harapan dan Tantangan

Oleh Mulyadi, M.Pd.

Guru SMPN 22 Samarinda, Pemerhati Pendidikan dan Moral Anak (PPMA)

Dimuat Harian Kaltimpost tanggal 27 dan 29 November 2004



Tulisan ini penulis hadirkan dalam rangka memperingati hari guru nasional dengan maksud mengajak para pendidik, stake holder pendidikan, dan masyarakat untuk intropeksi diri kontribusi apa yang telah mereka berikan untuk kemajuan pendidikan.

Tantangan pendidikan nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dari waktu ke waktu meliputi empat hal, yaitu peningkatan pemerataan kesempatan, kualitas, efisiensi, dan relevansi. Berkaitan dengan kulitas, pendidikan dianggap telah melakukan berbagai kesalahan diantaranya banyak melahirkan lulusan yang tidak memiliki life skill, sehingga banyak lulusan seperti sarjana menjadi pengangguran karena tidak dapat mandiri dalam kehidupannya.

Salah satu profesi yang sering dipersalahkan atas rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah guru. Pendapat ini sangat menyakitkan hati guru, seharusnya para stake holder pendidikan dan masyarakat sadar bahwa kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh berbagai variabel. Untuk memperoleh jawaban penyebab rendahnya kualitas penidikan mari kita ajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut : seberapa besar dana yang telah dialokasikan untuk pendidikan, bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan, bagaimana partisipasi masyarakat terhadap pendidikan, bagaimana rekutment tenaga pendidik dan kualitasnya, bagaimana motivasi belajar siswa? Dan masih banyak pertanyaan untuk mencari jawaban penyebab rendahnya mutu pendidikan. Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa masalah pendidikan sangat kompleks, untuk meningkatkan kualitas pendidikan ini bukan hanya tanggung jawab guru tetapi menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Kita hendaknya memiliki pola pikir modern dan obyektip terhadap profesi guru. Seorang guru untuk dapat mencapai tingkat profesional, ia harus belajar terus dengan membaca, menulis, berbicara, meneliti, berinovasi agar dapat menghasilkan karya yang unggul. Untuk dapat melakukan itu memerlukan sarana penunjang antara lain finansial, motivasi, dan kreativitas. Yang menjadi persoalan adalah sudah cukuplah gaji seorang guru untuk itu semua?

Guru tidak seyogianya hanya dianggap sebagai jabatan 'tukang ajar' Hal ini merendahkan harkat dan martabat mereka. Guru adalah suatu misi, pengabdian, bahkan sebagai ibadah yang mungkin bernilai lebih tinggi daripada jabatan lain. Guru adalah jabatan profesional dengan visi, misi, dan aksinya menjadi pemeran utama sebagai pengembang SDM. Ditemukan oleh berbagai studi bahwa mutu guru secara konsisten menjadi salah satu faktor terpenting dari mutu pendidikan. Dalam studi-studi itu, guru yang bermutu mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kendala sumber daya dan lingkungan.

Seseorang yang beprofesi guru dalam pundaknya memiliki tanggung jawab secara moral terhadap bangsa untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalil yang mengatakan guru sebagai kunci keberhasilan pendidikan dan pencipta sumber daya manusia sampai sekarang, belum terbantahkan Namun demikian, nasip orang yang berprofesi guru tidaklah semujur jabatan profesional lainnya. Profesi guru dianggap mudah dan murah, kesannya siapapun dapat menjadi guru. Padahal untuk dapat profesional seorang guru memerlukan kompetensi, kreativitas dan inovasi yang didukung fasilitas-fasilitas lain yang menunjang profesinya.

Dewasa ini penghargaan terhadap guru, secara struktural oleh pemerintah maupun masyarakat, masih rendah. Terjadi ambiguitas dari masyarakat dan pemerintah. Di satu sisi mengakui peran penting pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia, di sisi lain penghargaan terhadap profesi guru tidak sepadan dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Pemilihan guru favorit untuk tingkat SD, SLTP, dan SLTA yang diadakan oleh harian Kaltim Post merupakan salah satu cara mengangkat profesi guru sejajar dengan profesi lainnya. Kepedulian kaltim post ini merupakan kontribusi yang sangat berharga untuk memotivasi para guru berbuat yang terbaik bagi siswanya, sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan.

Kepedulian media masa seperti kaltim post semestinya diikuti oleh komponen masyarakat yanga lain. Namun rupanya sampai saat ini belum ada lembaga atau pihak swasta yang tertarik berimvestasi untuk mengembangkan potensi guru justru malah sebaliknya. Jika kita mencermati tayangan sinetron di berbagai televisi swasta saat ini sangat kontras dengan apa yang dilakukan kaltim post. Dalam tayangan sinetron seorang guru lebih banyak dilecehkan daripada dihormati. Seorang guru dianggap dan digambarkan sebagai orang yang tidak memiliki kreativitas, inovasi, bahkan digambarkan bagaikan orang bego.Hal tersebut tentunya menyakitkan perasaan para guru dan bertentangan dengan realitas sekarang ini. Coba kita berpikir secara jernih dan logis, apa manfaatnya mengambarkan keberadaan (kompentensi) guru sebagaimana dalam sinetron (selalu bersin, cengengesan, otoriter, kuper).Hal ini hanyalah tindakan pelecehan dan penghinaan terhadap profesi guru. Dampaknya dalam realitas kehidupan di sekolah adalah guru menjadi bahan ejekan bagi siswanya.

Menjadi guru favorit merupakan dambaan dan harapan bagi semua guru. Namun demikian, untuk menjadi guru favorit tidaklah mudah. Hal ini memerlukan kemampuan, paling tidak guru harus mempunyai daya pikat yang menarik siswa sehingga siswa menyenangi dan menggandrungi dalam arti positif. Kemampuan yang harus dikembangkan guru agar menjadi guru favorit antara lain kecerdasan dan kepribadian. Memang tidak semua guru yang cerdas menjadi guru favorit, bahkan kebanyakan guru yang difavoritkan oleh siswa adalah guru yang sabar, humoris, telaten, fleksibel, dan akrab siswa.

Penulis berharap setelah pemilihan guru fovorit, kaltim post mengadakan seminar dan mempublikasikan alasan-alasan yang digunakan siswa dalam memilih atau menentukan guru yang difovoritkan. Jika argumentasi yang diajukan siswa dalam menentukan guru favorit kebanyakan hanya karena ketampanan, kecantikan, rasa suka, dan sejenisnya tidak terkait dengan profesionalisme guru dalam kelas maka kemungkinan tidak semua guru favorit dapat menjadi guru yang efektif. Guru dapat dikatakan efektif jika dalam pembelajaranya dapat meningkatkan hasil atau prestasi belajar siswa.. Berdasarkan berbagai hasil penelitian di negara barat menunjukkan bahwa guru yang disukai siswa tidak selalu meningkatkan prestasi belajar siswa. Guru yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa adalah guru yang dalam mengajar susunan materinya sistimatis (runtut), dalam menjelaskan mudah dimengerti oleh siswanya, dapat mengelola kelas secara baik.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa guru yang difovoritkan siswa tidak selalu dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Sedangkan guru yang efektif adalah guru yang selalu dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penulis berharap yang terpilih menjadi guru favorit nanti adalah guru yang efektif sehingga prestasi siswa dapat meningkat.Hal ini akan terjadi jika siswa dalam memilih guru yang difavoritkan berdasarkan kemauan sendiri bukan digerakan oleh orang lain ataupun sekolah, alasan yang digunakan rasional mengacu pada profesionalisme guru.

Kegiatan untuk meningkatkan atau mengangkat citra guru sebenarnya masih banyak. Namun, yang menjadi persoalan adalah belum adanya lembaga atau pihak swasta yang melakukan kegiatan secara rutin yang terkait dengan profesi guru. Kegiatan yang dilakukan diknas sekarang ini lebih banyak terfokus pada kegiatan siswa dari pada guru. Hal ini bukan berarti tidak ada kegiatan sama sekali untuk membuat guru dapat kompetitif cuma frekuensinya perlu ditingkatkan. Kegiatan yang dilakukan diknas atau pihak swasta hendaknya berkaitan dengan bidang akademik misalnya karya ilmiah dan kegiatan yang serupa. Jika kegiatan itu sering dilakukan maka para pendidik akan menjadi profesional.

Ungkapan yang mengatakan guru pahlawan tanpa tanda jasa harus dirubah dengan ungkapan guru adalah pahlawan penuh tanda jasa. Dengan demikian, suatu saat akan menjadi hal biasa jika guru memiliki rumah mewah dam bermobil. Penghargaan terhadap guru yang berprestasi hendaknya tidak hanya berupa piagam penghargaan tetapi harus juga berupa finansial yang dapat dugunakan untuk meningkatkan tarap hidupnya..

Pelimpahan guru ke pemerintah daerah (pemkot dan pemkab) memiliki dampak terhadap karir dan kesejahteraannya. Guru yang merupakan kunci dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan pencipta sumber daya manusia ini sangat berharap dengan pelimpahan ke daerah karir dan kesejahteraaanya meningkat, apalagi guru yang berada di daerah kaya sumber daya alam (SDA) seperti di Kalimantan Timur. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah pemkot/pemkab di kaltim telah berusaha meningkatkan kesejahteraan guru dan memperhatikan karirnya? Apakah kualitas pendidikan di era otonomi semakin meningkat atau menurun? Bagaimana usaha pemkot/pemkab dalam meningkatkan kualitas pendidikan? .

Berdasarkan realitas yang ada sekarang ini pemerintahan daerah telah berupaya memberikan perhatian terhadap kesejahtaraan dan karir guru antara lain memberikan tunjangan insentif dan memberikan beasiswa untuk melanjutkan study ke jenjang S2 (pascasarjana). Tunjangan insentif yang diberikan sangat bervariasi antara daerah satu dengan daerah lainnya walaupun berada dalam satu propinsi di Kalimantan timur, dengan argumentasi disesuaikan dengan kemampuan pemerintah kabupaten dan kota masing-masing. Kenyataan inilah kadang membuat guru iri mengapa mereka bersama-sama memajukan daerah kaltim tetapi berpenghasilan berbeda. Kesenjangan pendapatan ini jika berlangsung terus akan berdampak negatif terhadap kinerja guru.

Realitas sekarang menunjukkan bahwa tingkat penghasilan dan kesejahteraan guru antar daerah terjadi kesenjangan. Hal ini diperparah lagi dengan adanya perbedaan insentif/tunjangan yang diterima oleh guru dari sekolah. Tunjangan guru di sekolah jenjang yang lebih rendah menerima tunjangan lebih rendah dari pada tunjangan guru di sekolah jenjang yang lebih tinggi. Demikian pula, tunjangan guru di sekolah yang berada di kota lebih tinggi daripada tunjangan guru di sekolah yang berada di pinggir kota dan desa. Kondisi ini disebabkan oleh perbedaan kemampuan orang tua dalam memberikan sumbangan dana terhadap sekolah. Ekonomi orang tua di perkotaan cenderung lebih kuat dibandingkan dengan ekonomi orang tua di pinggir kota dan desa.

Untuk mengurangi kesenjangan insentif antardaerah hendaknya Pemprov ikut membantu dengan cara memberikan subsidi dana yang lebih besar ke pemkot maupun pemkab yang gurunya menerima insentif kecil. Dengan demikian, kesenjangan pendapatan guru antar daerah dapat diminimalisir. Demikian juga anggota legeslatif (DPRD) harus lebih proaktif dan berjuang lebih keras dalam memperjuangkan nasip guru yang telah membuatnya pintar jangan sebaliknya lupa akan jasa guru.

Harapan guru di era otonomi daerah adalah kesejahteraan meningkat, karir lancar, potensi lebih profesional, dan adanya kebebasan berkreatif. Berbicara masalah kesejahteraan sangatlah kompleks sebab ukuran yang digunakan sangat bervariasi. Paling tidak kita mengambil ukuran/standar yang ada yakni tercukupinya pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Yang menjadi pertanyaan adalah seberapa banyak guru yang telah memenuhi kriteria tersebut? Tentunya belum seluruhnya, terutama masalah perumahan.

Sampai sekarang masih banyak guru yang mengontrak rumah, bahkan sampai pensiunpun mereka belum memiliki rumah. Memang sudah ada perumahan yang diperuntukan bagi Umar Bakri ini tetapi jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan. Berdasarkan realitas perumahan yang diperuntukan bagi guru keadaanya sangat memprihatinkan (T 21 / T36 RSS, fasilitas terutama air tidak ada). Hendaknya masalah ini menjadi perhatian pemkot/pemkab dan DPRD.

Kemampuan guru yang berada di kaltim sebenarnya tidak jauh berbeda dengan guru daerah lain seperti guru yang berada di pulau jawa. Salah satu contohnya dapat dilihat dari prestasi akademik guru yang mendapat tugas belajar ke jenjang S1 maupun pascasarjana (S2) di Jawa, mereka dapat bersaing dengan guru daerah lain. Mereka sangat antusias dan disiplin dalam menuntut ilmu, maka tidaklah mengherankan kalau dari mereka ada beberapa yang lulus dengan predikat sangat memuaskan bahkan cumlaud. Namun demikian, guru yang berpotensi ini belum dimanfaatkan secara maksimal, seharusnya pemerintah daerah memanfaatkan untuk memajukan penidikan. Jika perlu diberikan beasiswa untuk melanjutkan study ke jenjang yang lebih tinggi demi meningkatkan kualitas pendidikan di kaltim.

Guru yang berprestasi dan berpotensi sekarang ini lebih banyak yang bersikap apatis bahkan frustasi disebabkan kurangnya perhatian dari atasan. Biasanya guru yang berpotensi justru dianggap sebagai penghalang bagi sang pemimpin. Seorang guru yang berpotensi tentunya tidak ingin selamanya menjadi guru biasa. Mereka juga menginginkan tugas tambahan misalnya menjadi guru inti, instruktur, maupun kepala sekolah tetapi untuk mencapai tujuan yang terakhir perlu bekerja keras melalui jalan yang berliku-liku bahkan kadang-kadang harus berhadapan dengan tembok birokrasi.

0 komentar:

Posting Komentar