Oleh : Mulyadi, M.Pd.
Sekretaris PGRI Samarinda, Pemerhati Pendidikan Dan Moral Anak (PPMA)
Dimuat Harian Kaltimpost tanggal 14 dan 15 November 2005
Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery. Invention (Inovasi) adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya manusia. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya). Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) invention dan discovery. Jadi padasarnya inovasi tidak harus menemukan hal yang baru, tetapi dapat juga hal yang sebelumnya sudah ada atau hal yang ada kemudian dimodifikasi. Kemudian, muncul beberapa pertanyaan mengapa diperlukan inovasi pendidikan? siapa yang melaksanakan inovasi? Manfaat apa yang didapatkan dari inovasi pendidikan? seberapa besar dana yang diperlukan untuk melakukan inovasi pendidikan?
Inovasi pendidikan dilaksanakan karena suatu kebutuhan supaya kualitas pendidikan semakin baik. Selama ini inovasi pendidikan dilaksanakan sepotong-potong hanya pada lingkup sekolah sehingga hasilnya tidak maksimal seperti yang diharapkan. Bahkan inovasi pendidikan di beberapa daerah hanya menjadi suatu wacana atau hanya dibicarakan pada lingkup seminar, work shop, maupun diskusi belum diimplementasikan untuk memecahkan permasalahan pendidikan.
Memang harus kita akui, sudah ada yang melaksanakan inovasi pendidikan tetapi hanya pada lingkup pembelajaran (CAR) yang dilakukan oleh guru di kelas, itupun dilakukan kerena ada proyek seperti school grant dll. Semestinya inovasi dilakukan pada semua tingkatan/lingkup baik disdik, pengawas, maupun sekolah sehingga akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Di samping itu, pelaksanaan inovasi juga harus melibatkan seluruh komponen baik pemkot/pemkab, disdik, sekolah (warga sekolah), pengawas, dan masyarakat yang di dalamnya termasuk LSM pendidikan maupun orang tua siswa.
Melihat realita pendidikan di kaltim saat ini inovasi pendidikan mendesak untuk segera dilakukan. Menurut penulis hal yang harus di lakukan oleh stake holder agar kualitas pendidikan di kaltim lebih baik adalah sebagai berikut: 1. Membuka klinik pendidikan 2. Peningkatan anggaran pendidikan dalam APBD, 3. Pemasangan Website di setiap disdik kota/kabupaten maupun sekolah 4. Melakukan evaluasi kinerja birokrat pendidikan (kepala disdik, kabag, kasubag, kasubdin, kasi) pengawas, kepala sekolah, guru, secara jujur dan bertanggung jawab. 5. Meningkatkan kualifikasi guru minimal S1 atau Diploma IV, 6. Meningkatkan profesionalisme guru melalui pelatihan dan kegiatan MGMP, 7. Menerapkan menejemen berbasis sekolah dan menejemen mutu terpadu di sekolah, 8. Pengadaan tenaga administrasi di Sekolah Dasar (SD) 9. Meningkatkan peran LSM pendidikan, dewan pendidikan, komite sekolah, dan masyarakat, 10. Melakukan pemetaan guru di setiap kota/kabupaten sesuai dengan latar belakang pendidikan, 11. Memperhatikan jenjang karir guru, 12. Membuka sekolah terpadu, sekolah satu atap, dan sekolah keliling (singgah).
1. Membuka klinik pendidikan.
Mendengar kalimat klinik pendidikan mungkin aneh, tetapi suatu saat jika terwujud akan menjadi hal yang biasa. Kata klinik memang sering digunakan dalam dunia kesehatan. Jika kita mendengar kata tersebut dalam benak kita membayangkan orang sakit yang lagi antri menunggu panggilan untuk diperiksa oleh dokter. Dengan munculnya gagasan klinik pendidikan tersebut kemudian muncul suatu pertanyaan apakah sekarang ini banyak orang/lembaga yang menghadapi masalah berkaitan dengan pendidikan? Mengapa klinik pendidikan diperlukan? Mungkinkan klinik pendidikan terwujud? Siapa yang akan mengelola dan menggunakan jasa klinik pendidikan? dan siapa yang membiayai operasional klinik pendidikan?
Menurut penulis kehadiran klinik pendidikan sekarang sangat diperlukan. Kita harus melihat realita masyarakat dan lembaga pendidikan di Kaltim bahwa banyak anak-anak yang kesulitan dalam belajarnya, banyak orang tua yang kebingungan untuk memilih atau menentukan sekolah yang sesuai dengan kemampuan dan bakat anaknya, banyak sekolah yang kesulitan mengembangkan sekolahnya menjadi sekolah yang baik, disdik masih kesulitan membuat inovasi dan program pendidikan, pemerintah maupun DPRD masih memerlukan saran-saran untuk memajukan pendidikan dan masih banyak lagi persoalan-persoalan dalam dunia pendidikan yang tidak tertangani secara baik.
Klinik pendidikan kehadirannya dibutuhkan sebagai tempat konsultasi bagi anak, orang tua, sekolah, DPRD, Disdik, pemerintah yang berkaitan dengan pendidikan. Oleh karena itu, orang orang yang duduk dalam klinik pendidikan adalah orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya antara lain Psikolog, ahli menejemen pendidikan, dan ahli bidang studi (spiasialis). Diharapkan mereka dapat membantu masyarakat, DPRD, pemerintah daerah, maupun sekolah yang menghadapi masalah pendidikan.
Sebaiknya untuk tahap awal atau permulaan klinik pendidikan dapat dibuka pada setiap disdik kota/kabupaten. Selanjutnya untuk tahun tahun berikutnya jika dirasakan bermanfaat dalam memajukan pendidikan dapat dibuka di setiap kecamatan. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dapat terlayani dengan baik berkaitan dengan masalah pendidikan.
Mendirikan suatu satuan/lembaga/unit tentu memerlukan dana untuk sarana dan operasionalnya. Agar dana operasional dari klinik pendidikan ini tidak membengkak (besar) pengelola dan penangung jawab klinik pendidikan adalah disdik kota/kabupaten yang pengurus/orangnya diambil dari PNS (guru, kepsek, pengawas, dan staf yang bekompetensi sesuai dengan bidangnya). Kemudian, bagaimana agar kinerja klinik pendidikan berjalan secara efektif dan dan efesien? Untuk meningkatkan kinerja dan memotivasi orang orang yang dikerjakan dalam klinik pendidikan maka mereka perlu mendapat tambahan tunjangan dari pemerintah daerah sesuai dengan kedudukannya dalam klinik tersebut. Sedangkan, dana operasional berasal dari APBD kota/kabupaten..
2. Peningkatan anggaran pendidikan dalam APBD.
Anggaran pendidikan dalam APBD provinsi maupun kota/ kabupaten masih minim belum sesuai dengan amanat pasal 31 UUD 1945. Dalam Pasal 31 ayat 4 dikatakan “Pemerintah memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.” Ternyata sampai sekarang pemerintah pusat maupun pemkot/pemkab belum dapat merealisasikan amanat UUD itu. Sangat ironis, jika daerah yang kaya seperti kaltim belum mampu memberikan porsi 20% untuk pendidikan dalam APBD. Kemudian muncul petanyaan dari para pendidik dan masyarakat kemana arah dana perimbangan keuangan? Mengapa pempro/pemkot/pemkab/DPRD tidak tanggap terhadap masalah pendidikan? Pertanyaan pertanyaan tersebut harus dijadikan cambuk para penguasa baik birokrat maupun politisi untuk terus berjuang agar anggaran pendidikan mencapai 20 % sehingga amanat UUD dapat dilaksanakan secara konsisten.
3. Pemasangan Website di diknas prop/ disdik kota/kabupaten maupun sekolah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada abad ke-21 semakin pesat. Salah satu contohnya pemanfaatan teknologi informasi (TI) dalam berbagai sektor kehidupan manusia. Meskipun penggunaan teknologi informasi sekarang masih dikatagorikan sebagai salah satu sumber daya yang tergolong ekslusif dan mahal tetapi manfaat yang diperoleh dari penggunaan tehnologi informasi lebih besar dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Oleh karena itu, sangat tepat jika pendidikan menggunakan tehnolagi informasi (TI) internet untuk meningkatkan kualitas dan memajukan pendidikan.
Teknologi informasi dapat dijadikan sebagai salah satu sektor pendorong bagi kemajuan pendidikan di Kaltim. Sayang sampai sekarang, disdik kota/kabupaten maupun sekolah masih belum memanfaatkan TI ini sehingga mereka lambat menerima informasi yang diperlukan. Hal yang harus segera dilakukan oleh Pemprop/Pemkot/pemkab adalah membuat Website di disdik provinsi/kota/kabupaten dan sekolah sebagai jaringan untuk mendapatkan informasi secara cepat. Dengan jaringan internet ini disdik maupun sekolah dapat mengakses berbagai informasi yang diperlukan dan melakukan komunikasi secara cepat dengan masyarakat.
4. Melakukan evaluasi kinerja birokrat pendidikan (kepala disdik, kabag, kasubag, kasubdin, kasi) pengawas, kepala sekolah, guru, secara jujur dan bertanggung jawab.
Evaluasi kinerja dilakukan untuk mengetahui seberapa baik kinerja seseorang atau lembaga yang di evaluasi. Selama ini, evaluasi kinerja dalam bidang pendidikan lebih sering dilakukan kepada kepala sekolah dan guru, masih jarang evaluasi kinerja dikenakan kepada para birokrat pendidikan dan pengawas. Ketimpangan evaluasi kinerja ini, jika terus berjalan tentunya akan berdampak yang kurang baik terhadap dunia pendidikan itu sendiri. Hal semacam ini (evaluasi kinerja yang tidak menyeluruh) akan mendatangkan pertanyaan-pertanyaan orang yang dievaluasi maupun pihak lain. Bagaimana seorang evaluator dapat mengevaluasi dengan baik jika kinerjanya sendiri tidak pernah dievaluasi atau di bawah dari orang yang dievaluasi? Tentunya ini menjadi permasalahan baru. Oleh karena itu, evaluasi kinerja harus dilakukan kepada seluruh pelaku pendidikan (birokrat pendidikan dan fungsional) dengan kreteria yang telah ditentukan sehingga kita akan mengetahui letak kekurangan. Dengan demikian, kita dapat memperbaiki dengan cermat dan tepat
5. Meningkatkan kualifikasi guru minimal S1 atau Diploma IV
Guru merupakan tenaga profesional di bidang pembelajaran. Artinya bahwa pekerjaan guru harus memiliki kualifikasi akademik dan penguasaan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan. Kualifikasi akademik yang disyaratkan untuk menjadi guru Usia dini/ TK/SD/SLTP/SLTA sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomer 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada bab VI pasal 29 tentang standar pendidikan dan tenaga pendidikan, kualifikasi akademik pendidikan guru minimum berijazah Sarjana (S1) atau Diploma empat (D-IV).
Realitasnya sekarang, di Kaltim masih banyak guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1 terutama untuk tingkat usia dini, TK, dan SD/MI. Mereka kebanyakan memiliki ijazah SPG dan Diploma II. Oleh karena itu, hal ini perlu mendapat perhatian serius dari pemkot/pemkab jika pendidikan di daerahnya tidak ingin tertinggal dari daerah lain. Hal yang harus dilakukan adalah mengalokasikan dana dalam APBD untuk beasiswa bagi guru yang belum sarjana ( S1)
6. Meningkatkan profesionalisme guru melalui kegiatan MGMP dan callaborative action research (CAR).
Guru adalah jabatan profesional dengan visi, misi, dan aksinya mereka menjadi pemeran utama dalam mengembang sumber daya manusia. Berdasarkan hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa mutu guru secara konsisten menjadi salah satu faktor terpenting dari mutu pendidikan. Dalam penelitian itu, guru yang bermutu mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kendala sumber daya dan lingkungan.
Mengingat guru memimiliki peran strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan, dan melihat kualitas guru yang ada saat ini maka peningkatan profesionalisme guru sangat diperlukan. Untuk meningkatkan profesionalisme guru hendaknya dilakukan dengan terencana, terprogram, dan berkesinambungan melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan, seminar, work shop, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), callaborative action research (CAR), dll.
Selama ini MGMP di beberapa daerah tidak berjalan sebagai mana mestinya, hal ini disebabkan tidak adanya dana untuk melaksanakan. Pada masa lalu pertemuan di sanggar MGMP dibiayai oleh pemerintah, bahkan para peserta mendapatkan uang transpor, tetapi sekarang kegiatan MGMP merupakan kegiatan swadana peserta sehingga para peserta malas datang ke sanggar untuk mengikuti kegiatan MGMP. Akibatnya para guru ketinggalan informasi berkaitan dengan kurikulum, strategi pembelajaran, dan informasi lain yang berkaitan dengan profesinya sehingga mereka tidak dapat melaksanakan tugas sebagaimana tuntutan kurikulum.
Di samping itu guru agar professional dalam bidangnya juga perlu melakukan callaborative action research (CAR). Model CAR sebagai alternatif penataran guru memiliki ligitimasi yang kuat, baik dilihat aspek akademik maupun setting kultur sekolah. Model CAR dapat digunakan untuk meningkatkan profesionalisme guru dengan bermakna. Dalam model ini guru diajak melihat berbagai problem pembelajaran yang dijumpai di kelasnya, sehingga guru dapat memecahkan masalahnya itu bersama kalaboratornya.
7. Menerapkan menejemen berbasis sekolah (MBS) dan menejemen mutu terpadu (MMT) di sekolah,
Untuk mencapai visi dan misi sekolah yang telah ditetapkan, sekolah harus menerapkan kedua menejemen tersebut secara konsisten. perpaduan dua model ini diharapkan dapat memajukan sekolah dan meningkatkan mutu pendidikan. dalam mbs sekolah memiliki kewenangan untuk merencanakan, melaksanakan, memonitoring, dan mengevaluasi program dengan melibatkan warga sekolah demi meningkatkan kualitas dan kemajuan sekolah. Langkah- langkah yang harus dilakukan kepala sekolah agar MBS berjalan dengan baik antara lain: menumbuhkan komitmen bersama untuk mandiri dalam lingkungan sekolah, menumbuhkan harapan prestasi yang lebih tinggi, kemauan untuk berubah, sikap responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, mengembangkan komunikasi yang baik antar warga sekolah,mewujudkan teamwork yang kompak, melakukan transparansi menejemen, melaksanakan pengelolaan tenaga pendidikan secara efektif, meningkatkan pertisipasi warga sekolah dan masyarakat, menetapkan akuntabilitas yang kuat
Sedangkan, dalam menejemen mutu terpadu (MMT) mengutamakan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) artinya sekolah sebagai pelayan jasa harus memberikan kepuasan pada pelanggannya yaitu siswa, orang tua, masyarakat, pemerintahan, maupun pihak-pihak lain yang pada akhirnya ikut menikmati hasil pendidikan sekolah. Hal–hal yang dilakukan antara lain siswa diperlakukan sebagai pelanggan, keluhan siswa ditangani secara cepat dan efisien, terdapat sistem saran aktif dari siswa, sekolah berusaha membuat pelanggan puas sesuai kebutuhan, terdapat rencana tindak-lanjut menelusuri lulusan, siswa diperlakukan dengan sopan, rasa hormat, akrab, penuh pertimbangan, sistem informasi memberikan laporan yang berguna untuk membantu manajemen, karyawan,guru dan siswa. Jadi sekolah yaitu kepala sekolah, guru, dan staf administrasi bertanggung jawab dan siap memberikan pelayanan dengan cara yang mudah dan cepat guna memenuhi kebutuhan siswa, dan masyarakat.
8. Pengadaan tenaga administrasi di Sekolah Dasar(SD)
Tenaga administrasi (TU) dalam lembaga pendidikan sangat penting. Tenaga administrasi ini sangat mendukung dan mempelancar suatu sekolah mencapai tujuannya. Walaupun keberadaan tenaga administrasi di sekolah sangat penting, tetapi realitas menunjukkan bahwa Sekolah Dasar (SD) di Kaltim hanya sebagian kecil yang memiliki tenaga administrasi/tata usaha. Kalaupun ada tenaga tata usaha merupakan tenaga honorer yang dibayar oleh masing-masing sekolah, bukan PTT atau PNS yang diangkat oleh Pemkot/pemkab, sehingga sekolah harus mencari sumber dana untuk menggaji tenaga administrasi tersebut.
Tidak adanya tata usaha di SD ini sangat dikeluhkan oleh sebagian besar kepala sekolah. Jika kepala sekolah melakukan pengadaan tata usaha di sekolahnya maka mereka harus mengeluarkan dana untuk membayar tenaga honorer, tetapi jika tidak melakukan pengadaan tenaga administrasi mereka (kepala sekolah) harus merangkap pekerjaan menjadi TU. Oleh karena itu, pemkot/pemkab perlu segera melakukan pengadaan tenaga administrasi di SD minimal 1 orang setiap sekolah. Cara lain yang dapat ditempuh pemkot antara lain mengangkat tenaga honorer atau memutasi sebagian tenaga administrasi (TU) yang berada di SMP/SMA/SMK yang kelebihan.
9. Meningkatkan peran LSM pendidikan, dewan pendidikan, komite sekolah, dan masyarakat.
LSM pendidikan (PGRI, FSGK, PGS, Komite reformasi dll) , dewan pendidikan, komite sekolah, dan masyarakat memiliki peran yang strategis dalam memajukan dunia pendidikan. Sebagai wadah menyalurkan aspirasi lembaga ini sangat efektif sebagai pengontrol, pemberi pertimbangan, pendukung, dan mediator. Usaha dan tindakan yang dilakukan tentunya disesuaikan dengan karakteristik dari masing masing LSM. Yang masih menjadi persoalan adalah apakah lembaga tersebut telah melakukan peran dan fungsinya dengan baik? Atau hanya mengekor terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah (Pemprop/pemkot/pemkab, disdik, sekolah)? Kedua pertanyaan ini selalu mengemuka untuk mendapatkan jawaban. Harus diakui LSM/Lembaga ini memang sudah berperan, namun peran yang dilakukan belum optimal. Oleh karena itu, pengurus dari LSM/lembaga tersebut harus lebih pro aktif dalam mengontrol dan memberikan pertimbangan berkaitan dengan kebijakan pendidikan sehingga kebijakan akan memihak pada rakyat. Dengan demikian, pendidikan diharapkan akan lebih baik dan berkualitas.
10. Melakukan pemetaan guru di setiap kota/kabupaten sesuai dengan latar belakang pendidikan.
Jumlah guru di Kalimantan timur jumlahnya cukup banyak. Jika kita melihat langsung keberdaan guru di sekolah - sekolah akan menemukan penyebaran guru yang tidak merata. Disatu sisi terdapat sekolah yang kelebihan guru disisi lain ada sekolah yang kekurangan guru. Penyebaran guru yang tidak merata ini jika tidak diatasi dengan segera akan berdampak negatif terhadap kualitas pendidikan. Disdik kota/ kabupaten yang berwenang dalam hal ini harus menata ulang atau memetakan keberadaan guru di sekolah dengan meminta data yang sebenarnya (sesuai dengan latar belakang pendidikan dan kebutuhan sekolah) kepada sekolah-sekolah.
Selama ini sekolah melaporkan keadaan guru tidak sebagaimana mestinya. Contohnya sekolah kurang memperhatikan jumlah jam megajar guru, sekolah melaporkan jumlah guru ( kekurangan dan kelebihan) kurang memperhatikan dengan latar belakang pendidikannya. Mereka menggunakan prinsip yang penting ada yang mengajar walaupun guru tersebut mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Akibatnya dari tindakan ini akan merugikan siswa dan menurunnya kualitas pendidikan. Padahal guru dapat dikatakan profesional dan berkompetensi apabila mereka mengajar dan menguasai materi sesuai latar belakang pendidikannya.
11. Memperhatikan jenjang karir guru
Guru merupakan jabatan fungsional, untuk meniti karir atau naik pangkat mereka harus melakukan berbagai kegiatan antara lain merencanakan dan melaksanakan program pengajaran, melakukan evaluasi, menganalis hasil ulangan, dan melakukan program perbaikan dan pengayaan. Selain itu, seorang guru juga dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan iptek terutama yang berkaitan dengan profesinya.
Tentunya untuk dapat melakukan tugas dan kewajibanya tersebut diperlukan kemauan, motivasi, kompetensi dan kreativitas. Hanya guru yang berkompeten dan kreatiflah yang dapat mengembangkan diri secara profesional. Sayangnya, guru yang berkompeten dan kreatif ini karirnya terhenti hanya sebagai guru. Artinya yang bersangkutan tidak mendapat tugas tambahan misalnya sebagai instruktur atau kepala sekolah. Akibatnya dari kenyataan ini mereka yang berdidikasi, berkompetensi, bertangguing jawab dan berprestasi menjadi frustasi dan masa bodoh terhadap dunia pendidikan. Hal ini tentunya merupakan kerugian bagi kita semua. Oleh karena itu, disdik perlu membuat suatu strategi dan program untuk memperdayakan guru yang berpotensi untuk mengembangkan pendidikan di daerahnya. Dengan demikian, mutu pendidikan di daerahnya akan lebih baik.
Selain itu, guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah karirnya juga perlu mendapat perhatian. Selama ini, guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah yang masa tugasnya sebagai kepala sekolah telah habis yang bersangkutan kembali menjadi guru atau menjadi pengawas. Seharusnya, jika ada kepala sekolah yang berprestasi , sedangkan masa jabatan sesuai dengan kepmen diknas 162/u/2003 telah habis yang bersangkutan dapat dipromosikan menduduki jabatan struktural terutama dalam pengelolaaan pendidikan. Dengan demikian, karir guru tidak terhenti sampai instruktur, kepala sekolah, atau pengawas. Mereka yang berprestasi berhak menduduki jabatan struktural. Jadi tidak ada alasan lagi untuk menolak mereka yang menduduki jabatan fungsional mutasi menduduki jabatan struktural, karena sesuai dengan edaran dari Menpan yang terakhir hal tersebut diperbolehkan.
Kesimpulan dan saran
Inovasi pendidikan yang dilakukan secara komprehensip pada semua lingkup yang melibatkan semua komponen pemkot/pemkab, disdik, sekolah, LSM pendidikan dan masyarakat diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Kalimantan Timur. Pendidikan yang bermutu tersebut akan dapat terwujud jika ada tekat, kemauan, dan keiklasan dari pengambil kebijakan, pelaku pendidikan, dan masyarakat secara konsisten melakukan usaha perbaikan dan melaksanakan program- program pendidikan yang telah ditetapkan. Di samping itu, yang harus dipikirkan disdik ke depan untuk menuntaskan wajib belajar dan mengurangi atau menanggulangi anak putus sekolah perlu membuka sekolah satu atap, dan sekolah keliling (singgah). Terakhir auto kritik dan evaluasi kinerja hendaknya selalu dilakukan untuk mencapai kesempurnaan kerja.
1 komentar:
Thanks ya sob sudah berbagi ilmu .............................
bisnistiket.co.id
Posting Komentar