Oleh Mulyadi, M.Pd.
Wakil Sekretaris PGRI Samarinda, Pemerhati Pendidikan dan Moral Anak (PPMA)
Dimuat Harian Kaltimpost tanggal 26 Desember 2005
Tulisan ini penulis hadirkan dalam rangka memperingati hari Ibu tanggal 22 Desember 2005, dan berusaha memaparkan delima seorang ibu rumah tangga bekerja di luar rumah. Seorang ibu memiliki peranan penting dan stategis dalam berbagai kehidupan, baik di keluarga, masyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun demikian, seorang ibu sering mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya diterima. Dalam masyarakat kita masih meremehkan peran ibu. Mereka dianggap sebagai konco wingking (teman dibelakang) artinya seseorang yang pekerjaanya hanya memasak dan mengasuh anak. Bahkan masih ada sebagian suami yang berpola pikir istri hanyalah sebagai pemuas nafsu.
Dalam era reformasi paradigma tersebut seharusnya sudah tidak ada lagi. Dalam era global sekarang ini, sangat memerlukan peran yang lebih dari seorang ibu. Seorang ibu tidak hanya sebagai pendamping suami dan pendidik anak saja tetapi lebih kompleks. Maka dari itu, hal ini memerlukan kerja keras dan dorongan dari semua pihak terutama sang suami agar istrinya dapat lebih berperan dalam berbagai kehidupan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan kesempatan dan dorongan untuk lebih maju dan berprestasi.
Ibu berfungsi sebagai pendidik dan pengasuh bagi putra-putrinya serta bertanggung jawab atas perkembangan pribadi anak, baik secara fisik, mental maupun sosial. Anak membutuhkan perhatian, bimbingan, nasehat, pengawasan dan contoh-contoh yang baik dalam berbagai hal. Contohnya dalam berbicara dan bertingkah laku, anak banyak meniru perilaku orang yang berada di sekelilingannya baik dari ibu, bapak maupun anggota keluarga yang lain. Maka tidaklah mengherankan jika anggota keluarga yang sering berkata kotor tidak harmonis berdampak kepada anaknya. Sebaliknya keluarga yang harmonis hubungan sesama anggota keluargannya juga memetik hasil yang telah dilakukannya
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan membantu sang suami mencari nafkah, tidak sedikit seorang ibu harus bekerja di luar rumah. Profesi yang dijalani antara lain sebagai PNS, politisi, karyawan perusahaan, maupun sebagai penyapu jalanan. Hal ini dilakukan semata-mata untuk mendukung kebutuhan keluarga dan demi rasa cintanya kepada anak dan suami
Namun demikian, tidak semua suami dapat memberikan kesempatan kepada istrinya untuk berkembang dan berkarir dengan berbagai alasan seperti takut tersaingi, pendidikan anak tidak terurus, takut terpengaruh perilaku negatif dll. Jika yang terjadi demikian, apa yang harus dilakukan oleh istri apakah menerima begitu saja kemauan suami? Atau sebaliknya melawan sang suami. Untuk menyelesaikan hal tersebut hendaknya dilakukan dengan cara damai, bermusyawarah untuk kebaikan bersama. Sebagai seorang suami seharusnya berpikir bijaksana dan obyektif, jika memang istrinya memiliki kemampuan mengapa tidak diizinkan untuk berkarir dengan catatan masalah keluarga tidak terabaikan.
Bekerja di luar rumah bagi sebagian ibu rumah tangga masih menjadi dilema. Pada satu sisi mereka mendapatkan keuntungan karena mendapatkan penghasilan tambahan, tetapi di sisi lain anak-anak memerlukan kehadirannya. Di samping itu, ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah memiliki dampak baik pada diri sendiri maupun kepada putra putrinya. Dampaknya terhadap anak sangat beragam, antara lain menyangkut kesehatan, keamanan, kebahagiaan, pendidikan nilai-nilai agama dll. Kemudian muncul pertanyaan apakah ibu yang bekerja di luar rumah berpengaruh negatif terhadap perkembangan anak? Hal ini memerlukan telaah yang cermat sebagai jawaban yang komprehensip.
Dalam kenyataanya, tidak semua anak yang ibunya berkerja diluar rumah perkembangan jiwa dan fisiknya negatif. Hal ini disebabkan mereka tetap mengadakan hubungan dengan anak dan keluargannya secara harmonis. Oleh kerena itu, yang terpenting yang harus dilakkan oleh seorang ibu adalah bagaimana mereka dapat mengelola waktu secara efektif dan efesien serta komunikasi yang interaktif antara anggota keluarga.
Tantangan bagi ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah sangat berat. Mereka sebagai ibu rumah tangga bertanggung jawab terhadap suami dan anak-anaknya. Sedangkan, sebagai pekerja mereka yang harus mengikuti peraturan yang berlaku di tempat kerja. Sebagai konsekuensinya, mereka harus pandai-pandai membagi waktu dan menjaga diri. Dengan demikian, mereka dapat menjalan fungsi gandannya yaitu mendidik anak, mengurus rumah tangga, dan sebagai wanita karir berprestasi yang aktif dalam masyarakat..
Anak sesungguhnya membutuhkan “afeksi” yang langsung dari orang tua dan itu tidak bisa digantikan perannya oleh pembantu atau orang lain. Keakraban, kedekatan hubungan anak dengan orang tua merupakan salah satu faktor yang membuat anak tumbuh dan berkembang sehingga setelah dewasa mempunyai perhatian pada orang lain. Menurut (Khairunnisa, 2001) dalam artikelnya mengatakan : “Merawat anak dan mendidiknya pada era teknologi bukan perkara mudah apalagi permainan anak dan tontonannya tidak lagi berupa hal-hal sederhana tapi perlu perhatian dan wawasan luas karena hal tersebut bagian dari target kapitalisme global”.
Berdasarkan hal tersebut sebagai orang tua kita harus selektif dalam memilih program tanyangan televisi. Anak harus didampingi saat mereka menonton televisi sehingga sedini mungkin dapat kita cegah pengaruh pengaruh negatif. Dengan mendampingi anak menonton tanyangan televisi kita dapat menjelaskan hal hal yang tidak difahami oleh anak. Disitulah terjadi dilog yang harmonis dan mesra antara orang tua dengan anak..
Mendidik anak bukan hanya tanggung jawab ibu semata tetapi merupakan tanggung jawab bersama antara Ayah dan Ibu.Tidaklah adil jika masalah pendidikan anak sepenuhnya diserahkan kepada Ibu, apalagi dia juga bekerja di luar rumah membantu suami mencari nafkah. Tindakan mau menang sendiri dan sikap feodal sang suami harus ditinggalkan. Jika tidak maka akan berakibat fatal dalam keluarganya (disharmonis) karena ada yang tertekan dan tersiksa.
Ada beberapa srtategi dan langkah yang dapat digunakan untuk oleh orang tua terutama ibu dan bapak yang bekerja diluar rumah agar tetap dapat memonitor, berkomunikasi secara mesra sesama anggota keluarga sehingga keharmonisan rumah tangga terjaga. Strategi tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, memberikan keteladan pada anak. Masyarakat kita merupakan masyarakat patneralistik artinya selalu melihat atasanya atau pimpinan dalam bertindak. Sebagai pemimpin dalam keluarga setiap orang tua menghendaki anaknya berperilaku baik seperti sopan, berdisiplin, taat beribadah, dan taat kepada kedua orang tuanya. Dalam hal ini anak sering menghadapi masalah delematis disatu sisi orang tua menghendaki mereka berbuat baik tetapi disisi lain orang tua tidak memberikan contoh pada anak-anaknya.
Akibatnya apa yang diinginkan orang tua agar anaknya berperilaku baik tidak terwujud, malah perilaku yang muncul dari anak justru sebaliknya. Oleh karena itu, tindakan yang kita lakukan haruslah dapat menjadi contoh bagi anak, baik ucapan maupun perbuatan. Kita harus menyadari bahwa anak pertama kali belajar dari orang tuanya dan lingkungan keluarganya. Apa yang sering dilakukan oleh ortu biasanya itu juga yang dilakukan anak.
Kedua, meluangkan waktu untuk berkumpul dengan keluarga. Hubungan orang tua dengan anak yang baik memerlukan waktu yang memungkinkan mereka berkumpul secara fisik. Hal ini lamanya tidak perlu berjam-jam, yang penting orang tua secara konsisten meluangkan sedikit waktu bersama anak-anak setiap hari. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan memahami kebutuhan anak-anak serta berbagi rasa sesama anggota keluarga. Dengan demikian, dapat dikembangkan sikap toleransi yang akhirnya menciptakan ketentraman keluarga. Saat berkumpul bersama anggota keluarga orang tua hendaknya menjauhkan gangguan dan lebih berkonsentrasi kepada mereka. Ingat bahwa waktu adalah tonggak penyangga pengasuhan yang baik.
Ketiga, selalu siap untuk menjadi pendengar yang baik. Kebanyakan ortu menganggap dirinya selalu benar, sedangkan pendapat anak diposisikan salah bahkan ada orang tua yang tidak mau sedikitpun mendengarkan apa yang ingin disampaikan anak. Orang tua biasanya merendahkan gagasan anaknya atau rajin mengkritik kata-katanya. Akibatnya anak menarik diri dan memilih lebih dekat kepada teman. Sebenarnya jika anak-anak mengetahui bahwa kita benar-benar mendengarkan apa yang mereka katakan, mereka akan lebih bersemangat untuk berbagi perasaan dan pikiran. Maka dari itu, jika ingin memiliki pengaruh dalam kehidupan anak, orang tua harus mau menjadi pendengar yang baik.
Keempat, menentukan harapan anak yang jelas. Memberitahukan anak apa yang kita harapkan darinya akan membentuk perilaku yang baik. Hal ini bukan berarti orang tua memaksakan kehendak kepada anak untuk mengikuti kemauannya tetapi anak tetap diberikan kebebasan memilih apa yang diinginkan, orang tua hanya sebagai motivator dan pengiring apa yang diinginkan anak tersebut. Jangan ragu-ragu melibatkan mereka dalam pekerjaan sehari-hari untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas di lingkungan rumah. Melibatkan anak dalam urusan keluarga dapat menumbuhkan sikap positip sehingga mereka merasa menjadi bagian dari keluarga.
Kelima, jangan membiarkan diri merasa bersalah. Banyak orang tua merasa bersalah karena bekerja seharian di luar rumah, kewajiban untuk mendidik anak terabaikan. Sebagai kompensasinya, mereka membiarkan anak berperilaku buruk dan tidak disiplin. Orang tua yang baik adalah yang tegas namun tetap mengedepankan pendekatan Psykis dan dialogis. Merasa bersalah atas tindakan yang dilakukan kepada anak justru merupakan tindakan kontraproduktif yang tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, sebagai orang tua harus berusaha untuk menghilangkan selalu merasa bersalah yang ada pada dirinya.
Keenam, jangan menggantikan kasih sayang atau waktu dengan uang. Kasih sayang arang tua terhadap anak merupakan benih yang dapat menciptakan keakrapan dan ketentraman dalam keluarga. Namun, penempatan kasih sayang yang kurang tepat atau salah justru mendatangkan masalah. Misalnya memanjakan anak dengan banyak memberi uang saku untuk belanja di sekolah dan memberikan apa yang diminta. Tindakan ini akan mengakibatkan anak melakukan tindakan yang salah.
Memang mengajarkan anak-anak bagaimana mengelola uang itu penting, tetapi jangan gunakan uang sebagai pengganti waktu atau kasih sayang. Kita sebagai orang tua harus berusaha mendidik anak untuk mandiri, bagaimana memperoleh sesuatu dengan berusaha dan sesuai dengan keinginanya. Hal ini tentu dengan bekerja keras, bahwa sesuatu yang diperoleh melalui bekerja akan lebih terasa nilainya.
Ketujuh, jangan sering menganti pengasuh. Menggunakan pengasuh merupakan alternatip bagi suami istri yang bekerja di luar rumah. Namun, hendaknya jangan sering ganti pengasuh karena dapat mempengaruhi psikis anak (membahayakan anak). Sebelum menyerahkan anak kepada seorang pengasuh, kita harus memberikan kesempatan untuk terciptanya keakraban dan kedekatan antara anak dan si calon pengasuh.
Kedelapan, memberikan pengawasan. Anak biasanya akan mengeluh kalau diawasi secara ketat, tetapi anak-anak yang tidak diawasi juga merasa bahwa orang tua mereka tidak peduli dengan mereka. Sebagai konsekuensinya ortu tetap memberikan pengawasan tetapi dengan kooperatif dalam artian kita memberikan kebebasan kepada anak namun pengawasan tetap kita lakukan. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang bermasalah sering berasal dari keluarga yang kurang atau tidak diawasi. Oleh karena itu, Orang tua perlu mengetahui siapa teman-teman anaknya sehingga lebih mudah untuk mengontrol.
Kesembilan, berikan perhatian dan penghargaan. Biasanya orang tua cenderung lebih memperhatikan anak-anak ketika mereka menjengkelkan. Sebaliknya saat mereka berperilaku yang positif atau baik malah tidak diperhatikan. Sebagai ortu kita hendaknya juga memperhatikan anak jika berperilaku baik, berilah perhatian dan penhargaan kepadanya misalnya ucapaan selamat atau sanjungan atas tindakan yang telah dilakukan. Hal ini akan mendatangan perilaku yang positip pada diri anak. Perhatian dan dorongan dari ortu dapat membangkitkan motivasinya untuk berbuat lebih dari apa yang telah mereka lakukan.
Kesepuluh, memberikan hukuman untuk mendidik. Orang tua yang bekerja di luar rumah, cenderung mengalami kelelahan dan mudah jengkel. Oleh karena itu, wajar jika mereka lebih mudah kehilangan kontrol terhadap anak-anak. Hal ini dapat menimbulkan masalah dalam keluarga. Ortu harus memegang prinsip “Janganlah menghukum anak jika kita sendiri tidak dapat mengontrol diri dengan baik”. Menghukum anak hanyalah bermaksud untuk mendidik, bukan untuk melampiaskan kemarahan. Namum demikian, sejauh mungkin kita harus menghindari hukuman fisik karena tindakan ini kontraproduktif. Semoga strategi ini dapat membantu Anda dalam mendidik anak. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar