KRISIS MORAL PENGHANCUR KEHIDUPAN BANGSA
Susah, Lebih Suka Memaksakan Kehendak
Oleh : Mulyadi, M.Pd.
Pemerhati Pendidikan dan Moral Anak (PPMA)
Dimuat Harian Kaltim Post Bagian Opini tgl 9 Oktober 2003
Terpuruknya bangsa dan negara Indonesia dewasa ini, tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi melainkan juga oleh krisis moral. Oleh karena itu, perekonomian bangsa menjadi ambruk yang tidak kunjung pulih kembali. Krisis multidimensi yang melanda bangsa kita berdampak pada kehidupan masyarakat terutama rakyat miskin, mereka semakin susah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Bahkan tidak jarang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka melakukan tindakan curang (amoral) yang semestinya tidak perlu dilakukan
Sesuai dengan kodratnya sebagai mahluk Tuhan, dalam moral manusia mempunyai kemerdekaan untuk memilih nilai dan norma yang dijadikan pedoman berbuat, bertingkah laku dalam hidup bersama dengan manusia lain. Moral akan memberikan petunjuk, pertimbangan, dan tuntunan untuk berbuat dengan penuh tanggungjawab, karena pada dasarnya moral adalah bagian dari kepribadian (personality) manusia. Dengan demikian, moral dapat dikatakan menyatu dengan cipta (pikiran), rasa (perasaan), dan karsa (kehendak). Manusia yang bermoral adalah manusia yang dapat memfungsikan ketiga potensi cipta (pikiran), rasa (perasaan), dan karsa (kehendak) secara baik. Namun kenyataanya, kebanyakan manusia lebih suka mengandalkan kehendaknya tanpa memfungsikan potensi yang lain sehingga tindakan yang muncul adalah tindakan amoral
Perilaku bermoral seperti jujur, adil, dan kasih sayang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, tindakan ini dapat menciptakan ketentraman, kedamain, dan kesejahteraan manusia lain. Namun demikian, untuk bertindak bermoral tidaklah semudah seperti mengucapkan, realitasnya masyarakat kita masih banyak yang lebih senang bertindak amoral tetapi mendatangkan keuntungan dibandingkan bermoral tidak menghasilkan. Tindakan kriminal seperti pengeboman, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, korupsi, kulusi, dan nepotisme setiap hari menghiasi media cetak maupun media elektronik. Yang lebih mengerikan terdapat orang tua yang menghamili anak kandungnya, seakan-akan di Indonesia tidak ada lagi manusia yang bermoral. Hal ini tentunya membuat rasa sedih dan malu kita sebagai bangsa yang beragama yang memilki keyakinan terhadap Tuhan.
Untuk membentuk masyarakat dan bangsa yang bermoral tidaklah mudah, hal ini memerlukan suatu keberanian moral setiap orang untuk bertindak. Keberanian moral dalam menegakkan kejujuran, keadilan, dan kebenaran haruslah memperhatikan nilai-nilai kesetimbangan potensi cipta, rasa dan karsa. Oleh karena itu, keberanian moral harus sistematis, bukan hanya idea yang menyebar. Jika hal ini terjadi, maka gerakan penegakkan kejujuran, keadilan, dan kebenaran akan berjalan lebih sistematis dan terarah kepada target yang hendak dicapai.
Keberanian moral sebenarnya juga telah dimiliki oleh para perintis kemerdekaan Indonesia dan para pemuda yang dipelopori mahasiswa dalam menggerakan arus reformasi.Tanpa keberanian moral, tidak mungkin bangsa Indonesia berhasil melawan penjajah yang mencengkram bumi pertiwi beberapa abad lamanya. Lengsernya Suharto harus diakui karena gerakan keberanian moral kaum muda terutama para mahasiswa yang melakukan demonstrasi besar-besaran yang berpuncak dalam bulan Mei 1998. Gerakan keberanian moral ini bukan sekedar agar Suharto turun dari jabatannya, namun tujuan lebih jauh adalah untuk memperbaiki kehidupan bangsa dan negara agar dapat keluar dari krisis multidemensi. Masih adakah keberanian moral dalam diri masyarakat kita sekarang ?
Krisis nilai dan moral itu tejadi karena manusia sudah tidak bisa lagi membedakan salah benar, baik dan buruk. Manusia bertindak sesuai dengan kehendaknya demi untuk kepentingan diri dan kelompok tanpa memperhatikan orang lain. Mereka tidak menyadari bahwa tindakan yang dilakukan akan merugikan dan mencelakakan orang lain bahkan akibat lebih jauh adalah kesengsaraan umat manusia.
Krisis moral pada dasarnya sama dengan krisis kemanusiaan. Dalam Kondisi seperti ini manusia telah lupa akan hekikatnya, baik sebagai makluk yang berTuhan, makluk sosial, maupun sebagai makluk pribadi sehingga tidak lagi menjalankan tugasnya sebagai kalifah di muka bumi dengan baik. Justru mereka melakukan tindakan-tindakan amoral seperti korupsi, kolusi, nepotisme serta tindakan-tindakan curang lainnya.
Dalam kehidupan masyarakat sekarang kita sering dipertontonkan tindakan-tindakan ketidakjujuran, ketidakadilan, dan kecurangan-kecurangan yang lain (tindakan amoral) yang kesemuanya itu hanya untuk kepentingan sesaat. Tidak jarang untuk memenuhi kebutuhan hidup para pedagang mengurangi timbangannya, para penegak hukum tidak lagi menegakan keadilan, para birokrat dan pejabat negara asyik meningkatkan KKNnya, sedangkan rakyat kecil lebih banyak menerima akibatnya. Tindakan tersebut sudah merasuk dalam sendi kehidupan masyarakat yang suatu saat dapat menghancurkan kehidupan bangsa.
Dalam situasi dan kondisi perekonomian yang terpuruk, penuh tindakan amoral pendidikan sering dituduh sebagai biang keroknya. Dunia pendidikan dianggap telah melupakan tujuan utama pendidikan yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara simultan dan seimbang. Realitasnya memang dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan yang melupakan pengembangan sikap/nilai dan perilaku dalam pembelajarannya akibatnya menghasilkan manusia-manusia yang tidak memiliki sistim nilai. Pendidikan juga lebih sebagai amputasi kebebasan karena mengabdi pada kekuatan politik yang tidak berlandaskan moral atau etik. Hal ini diperparah dengan pandangan yang salah dari masyarakat mengenai pendidikan. Masyarakat kita masih beranggapan bahwa pendidikan itu tanggung jawab sekolah. Padahal pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebenarnya hakikat atau roh pendidikan itu adalah memanusiakan manusia yang dilakukan dengan rasa kasih sayang, keiklasan, kejujuran, keagamaan, tanggung jawab, serta suasana kekeluargaan. Dengan demikian, maka pendidikan akan menghasilkan manusia-manusia yang berimtaq dan bermoral yang dapat dihandalkan untuk membangun bangsa dan negara.
Jika kita jujur dan menilai secara obyektif kesalahan ini sebenarnya bukan hanya disebabkan oleh dunia pendidikan semata namun juga oleh komponen yang lain. Seharusnya seluruh komponen bangsa ini membuka mata dan sadar bahwa pendidikan di negara kita kurang mendapatkan perhatian, anggaran pendidikan sangat rendah, profesi guru kurang mendapatkan penghargaan maka tidaklah mengherankan jika kualitas pendidikan semakin merosot.
Orde reformasi berusaha mengoreksi dan memperbaiki apa yang telah dilakukan oleh orde baru dengan melakukan perubahan-perubahan dalam berbagai bidang yang berupa kebijakan politik, hukum, maupun ekonomi. Dengan harapan bangsa dan negara cepat keluar dari krisis multidemensi sehingga dapat mencapai tujuan yang dicita-cita yaitu masyarakat adil dan makmur. Salah satu politik will dalam era reformasi adalah diamandemenya Undang-Undang Dasar 1945. Mereka beranggapan bahwa penyebab krisis multidemensi ini salah satunya karena para pejabat negara dan pemegang kekuasaaan secara longgar memanfaatkan celah-celah yang ada dalam UUD 1945, maka dari itu agar tidak terulang diamandemen. Pembangunan sitem dalam suatu negara memang perlu dilakukan namun sebaik apapun sitemnya jika tidak dilakukan dengan benar maka tujuan akan kandas, oleh karena itu diperlukan orang yang krideble dan bermoral untuk mencapai tujuan negara. Untuk membentuk manusia yang bermoral tersebut perlu adanya kerjasama antar berbagai komponen bangsa secara senergi dan sistemik yang diwujudkan dalam suatu program.
0 komentar:
Posting Komentar